Sunday, July 6, 2014

Pendidikan konservatif dan progresif

Democracy and education
Bab 6. Pendidikan konservatif dan progresif
(Dewey, 2004: 69-80)

Dewey masih berbicara mengenai kritik-kritiknya terhadap 2 model pendidikan lain dan pada bagian ketiga ia mengungkapkan modelnya sendiri.

1. Pendidikan sebagai pembentukan
Teori ini berpendapat bahwa pendidikan adalah pembentukan pikiran (mind) melalui pembentukan berbagai asosiasi dengan cara menggunakan materi-materi tertentu. Pendidikan berarti membentukkan sesuatu dari luar ke dalam pikiran anak, sesuatu yang tidak ada sebelumnya dalam diri anak. Teori ini menolak pendapat mengenai adanya potensi-potensi internal yang sudah ada sejak lahir yang tinggal dikembangkan. Demikian juga teori ini menolak pendapat mengenai pendidikan sebagai pemekaran dari dalam maupun pendidikan sebagai training kemampuan. Model-model pendidikan ini menganggap bahwa dalam diri anak sudah ada sesuatu yang tinggal dikembangkan saja.
Dewey menganggap Herbart[1] sebagai tokoh dari teori ini. Herbart menolak adanya potensi-potensi anak sejak lahir. Pikiran hanyalah merupakan kemampuan untuk menghasilkan berbagai reaksi atas berbagai realitas yang dihadapi. Berbagai reaksi ini dia sebut sebagai presentasi-presentasi (Vorstellungen). Apa yang disebut sebagai kemampuan – merasa, mengingat, berpikir dst – hanyalah merupakan pengaturan berbagai interaksi presentasi yang ada di alam bawah sadar di mana terjadi interaksi antara presentasi-presentasi yang sudah ada dengan presentasi-presentasi baru. Misalnya, ingatan merupakan pemanggilan presentasi lama ke ambang kesadaran yang dikaitkan dengan presentasi yang lain. Bagi Herbart pikiran itu merupakan pengaturan berbagai presentasi dalam kualitas-kualitasnya yang berbeda dan pikiran adalah „ macam-macam isi“ dari presentasi-presentasi itu.
Ada 3 konsekuensi pemikiran Herbart ini bagi pendidikan.
a.       Pikiran tertentu dibentuk dengan rangsangan materi tertentu yang dapat merangsang pembentukan pengaturan presentasi-presentasi tertentu.
b.      Presentasi-presentasi yang sudah ada sebelumnya itu sangat penting karena berfungsi sebagai landasan bagi terbentuknya presentasi-presentasi baru dan presentasi-presentasi baru ini yang akan menata kembali presentasi-presentasi lama yang sudah terbentuk. Karena itu, tugas pendidik adalah memilih materi yang tepat untuk menata reaksi-reaksi asli dan mengatur gradasi presentasi-presentasi atas dasar presentasi-presentasi yang sudah terbentuk sebelumnya.
c.       Ada 5 langkah formal yang harus diterapkan dalam pendidikan, yaitu persiapan/apersepsi, presentasi, perbandingan, generalisasi dan penerapan dengan pemberian tugas.[2]

Dewey melihat segi positif dari pemikiran Herbart, karena metodenya sangat berguna untuk mengajarkan pengetahuan yang sudah terstruktur dengan baik. Di samping itu semua bahan pengajaran sudah bisa dirinci dengan detail dalam perencanaan. Ia lebih menekankan isi pengetahuan yang harus dipelajari, dan bukan potensi-potensi anak yang mau dikembangkan.
Dewey mengritik pemikiran Herbart karena mengesampingkan ciri-ciri aktif anak yang terus berkembang ketika anak berinteraksi dengan lingkungan. Teori Herbart mengesampingkan pentingnya interaksi dan perubahan yang kontinyu. Herbart terlalu menekankan tugas guru untuk memberikan pengetahuan dan tidak berbicara mengenai hak anak untuk belajar. Ia terlalu menekankan materi-materi masa lampau dan mencoba menerapkan begitu saja ke situasi yang baru.

2. Pendidikan sebagai pengulangan (recapitulation) dan retrospeksi
            Paham yang menganut pendidikan sebagai pengulangan mengatakan bahwa individu memang berkembang secara biologis dan kultural, tetapi perkembangannya itu sebetulnya merupakan pengulangan fase-fase evolusi binatang dan manusia pada waktu lampau. Pengulangan sebelumnya terjadi secara fisiologis dan pengulangan sesudahnya semestinya terjadi secara kultural melalui pendidikan.
Menurut teori evolusi secara biologis perkembangan individu dari embrio sederhana ke manusia dewasa merupakan pengulangan sejarah evolusi binatang dari binatang yang paling sederhana ke yang paling kompleks (ontogenesis [perkembangan organism individual dari fase embrionik sampai dewasa] sejajar dengan filogenesis [perkembangan evolusioner suatu spesies melalui berbagai perubahan bentuk]). Secara kultural anak-anak pada usia tertentu memiliki sifat-sifat mental dan moral yang sama dengan manusia primitif. Insting anak-anak itu seperti orang yang suka pindah-pindah tempat (nomad) dan yang suka berburu seperti nenek moyang mereka. Maka, materi pendidikan yang cocok untuk anak-anak semestinya analog dengan kondisi nenek moyang mereka. Untuk fase nomad dan berburu materi yang cocok adalah mitos, dongeng, cerita rakyat dan lagu-lagu. Untuk fase penggembala/beternak anak-anak mesti diberikan materi yang sesuai dst sampai anak-anak siap untuk ambil bagian dalam masyarakat sekarang.
            Dewey melihat para pendukung teori ini adalah para pengikut Herbart. Gagasan utama yang mau dikemukakan adalah bahwa pendidikan itu secara hakiki bersifat retrospektif karena perhatian utama pendidikan adalah masa lampau khususnya karya-karya sastra masa lampau. Pikiran anak dibentuk sesuai dengan warisan spiritual masa lampau.

            Kritik Dewey terhadap teori ini adalah sebagai berikut.
1.      Basis biologis teori ini menyesatkan. Memang pertumbuhan embrio anak memiliki beberapa ciri seperti perkembangan binatang dari bentuknya yang paling sederhana ke yang lebih kompleks, tetapi Dewey menolak adanya pengulangan begitu saja. Kalau memang ada hukum pengulangan, perkembangan secara evolutif dari yang sederhana ke kompleks pasti tidak akan terjadi karena generasi yang baru melulu hanya mengulang generasi sebelumnya. Perkembangan mengandaikan adanya perubahan.
2.      Pengertian tentang warisan masa lampau juga menyesatkan, karena seakan-akan masa lampau begitu menentukan individu sehingga perubahan yang berarti akan sulit dilakukan. Pendapat ini terlalu menekankan pengaruh masa lampau dan mengabaikan pengaruh lingkungan yang sesungguhnya sangat efektif terhadap perkembangan individu. Dewey menunjuk kemampuan berbahasa. Betul bahwa anak yang lahir tanpa organ bicara dan pendengaran mustahil untuk dididik supaya dapat berbicara. Sebaliknya memiliki organ bicara dan pendengaran secara normal tidak menjamin anak untuk dapat berbicara, kalau sejak lahir ia tinggal di lingkungan di mana orang-orangnya sangat anti sosial dan tidak pernah berbicara satu dengan yang lain.
3.      Teori ini juga membuat pemisahan antara proses dan produk perkembangan. Memang pendidikan dapat tetap membuat proses masa lampau hidup di masa kini, tetapi seorang individu hanya bisa hidup di masa sekarang. Masa sekarang bukanlah masa yang datang sesudah masa lampau seakan hanya produk masa lampau. Orang yang mempelajari produk-produk masa lampau tidak dengan sendirinya dapat mengerti masa sekarang, karena masa sekarang bukan sekedar produk masa lampau. Terlalu menekankan masa lampau dapat membuat orang hanya mengagung-agungkan masa lampau dan melarikan diri dari permasalahan masa sekarang.

4. Pendidikan sebagai rekonstruksi
            Di sini Dewey merumuskan pandangannya sendiri mengenai pendidikan yang berbeda dengan teori-teori pendidikan yang disebut sebelumnya. Sesuai dengan pandangannya mengenai pertumbuhan (growth) baginya pendidikan merupakan suatu reorganisasi atau rekonstruksi pengalaman secara terus-menerus. Pendidikan memiliki tujuan langsung, yaitu transformasi langsung atas kualitas pengalaman. Setiap aktivitas yang mendidik mengarah ke tujuan langsung ini. Dewey menolak pembatasan pendidikan yang hanya terjadi pada fase usia sekolah formal. Baginya pendidikan tidak mengenal batas waktu dan usia. Usia anak, usia remaja ataupun usia dewasa memiliki level pendidikan yang sama dalam arti apa yang sungguh dipelajari pada setiap fase pengalaman memiliki nilai pada dirinya sendiri. Setiap momen hidup ini terbuka bagi terjadinya pengayaan arti hidup sejauh orang masih mau belajar dari pengalaman.
            Dewey memberikan definisi pendidikan. Baginya pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi pengalaman yang memperkaya arti pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan rangkaian pengalaman selanjutnya (“it is that reconstruction or reorganization of experience which adds to the meaning of experience, and which increases ability to direct the course of subsequent experience” Dewey, 2004: 76). Dewey memberi 2 catatan di sini.
a.       Memperkaya arti pengalaman. Mengerti arti dari suatu pengalaman bagi Dewey berarti sesudah seseorang melakukan sesuatu ia menangkap adanya relasi baru atau kontinuitas antara sesuatu dengan sesuatu yang lain yang tidak terpikirkan sebelumnya. Pada awalnya orang melakukan sesuatu tanpa mengerti relasinya dengan sesuatu yang lain. Tindakan yang mendidik berarti seseorang dapat mengerti relasi-relasi baru yang sebelumnya tidak ia pikirkan. Anak menyentuh api dan dengan begitu jarinya tersengat panas. Sesudah tersengat panas ia menjadi tahu bahwa ada relasi antara gerakan jarinya dan api yang ia lihat dengan mata atau ia tahu bahwa api merupakan sumber panas. Sebelum pengalaman itu ia tidak tahu adanya relasi itu. Apa yang dilakukan para ilmuwan di laboratorium tidak berbeda secara prinsip. Mereka melakukan sesuatu atas suatu objek dan melihat relasi-relasi baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Dengan mengerti arti yang baru itu orang dapat membuat kembali konsekuensi-konsekuensi itu secara sengaja misalnya untuk digunakan dalam pembakaran, oksidasi, cahaya atau temperatur. Pendidikan berarti sebuah proses yang memperlihatkan adanya kontinuitas dari sekedar bertindak dan tidak tahu menjadi tahu adanya relasi-relasi baru.
b.      Menambah kemampuan untuk mengarahkan rangkaian tindakan selanjutnya. Orang yang mengerti relasi-relasi baru itu atau dapat menghasilkan kembali konsekuensi-konsekuensinya berarti orang semakin dapat mengantisipasi apa yang akan terjadi, sehingga ia dapat menyiapkan diri untuk membuat konsekuensi-konsekuensi yang berguna dan menghindari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. Di sini kemampuan orang untuk mengontrol dan mengubah masa depan menjadi meningkat. Karena itu, tindakan yang mendidik berbeda dengan tindakan yang hanya bersifat rutin atau asal-asalan.
-          Dalam tindakan yang hanya merupakan rutinitas belaka seseorang mungkin dapat menguasai ketrampilan tertentu, tetapi di situ orang tidak dibawa untuk melihat persepsi baru yang membuatnya mampu untuk mengerti cakrawala makna yang lebih luas. Ketrampilannya itu hanya membuatnya bertindak secara otomatis, mempersempit cakrawala berpikir, dan bisa membuatnya tidak cocok dan tidak mampu menghadapi situasi-situasi yang berbeda.
-          Dalam tindakan asal-asalan orang tidak peduli apa yang akan terjadi beserta konsekuensi-konsekuensinya sehingga tindakannya itu tanpa arah. Dewey menyamakan tindakan semacam ini dengan tindakan orang yang melakukan sesuatu hanya atas dasar perintah orang lain tanpa mengerti sendiri maksud dan tujuannya. Dewey mengritik banyak praktek pendidikan yang tidak membuat anak sadar akan relasi-relasi antara aktivitas mereka dan tujuan-tujuan yang mau dicapai.

Dalam konsepsinya tentang pendidikan Dewey membedakan pemikirannya dengan teori-teori pendidikan yang sebelumnya ia kritik. Menurutnya kekhasan pemikirannya terletak pada identifikasi antara tujuan (hasil) dan proses. Dalam pengalaman yang mendidik terdapat proses aktif yang membuat orang mengerti makna baru yang sebelumnya tidak ia mengerti di mana ia dapat melihat relasi-relasi yang baru. Dengan itu secara sengaja ia dapat menggunakan relasi-relasi baru itu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam pengalaman seperti itu terdapat kontinuitas. Baginya setiap pengalaman yang memiliki kontinuitas seperti itu bersifat mendidik. Karena itu, pendidikan semestinya mengantarkan anak untuk dapat memiliki pengalaman seperti itu.
Berkaitan dengan rekonstruksi pengalaman Dewey menunjukkan bahwa rekonstruksi itu bisa bersifat sosial dan personal. Secara singkat bisa dibedakan 2 hal, yaitu pendidikan dalam masyarakat yang statis dan yang progresif. Dalam masyarakat yang statis tujuan pendidikan tidak lain hanyalah sebatas mereproduksi dan mempertahankan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Dalam masyarakat progresif pendidikan berusaha membentuk pengalaman generasi muda agar kebiasaan-kebiasaan yang lebih baik terbentuk dan masyarakat di masa yang akan datang menjadi lebih baik. Dalam masyarakat progresif diupayakan agar kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat dieliminasi dengan cara mendidik generasi baru agar tidak mengulang kebiasaan-kebiasaan buruk itu. Di situ Dewey melihat efektivitas pendidikan sebagai instrumen untuk merealisasikan harapan-harapan baru yang lebih baik bagi masyarakat yang akan datang.
Ringkasnya, Dewey membedakan pendidikan yang bersifat retrospektif dengan yang prospektif. Dalam pendidikan yang bersifat retrospektif orang melihat pendidikan sebagai proses mengakomodasi masa depan supaya sesuai dengan standar-standar masa lampau. Sebaliknya, pendidikan yang bersifat prospektif mencoba menggunakan masa lampau sebagai salah satu sumber untuk mengembangkan masa yang akan datang.



[1] Johann Friedrich Herbart (1776-1841), seorang tokoh pendidikan Jerman.
[2] Uraian Dewey tentang 5 langkah formal dari Herbart di bagian ini tidak lengkap sehingga perlu diambil bahan dari tulisan lain, yaitu John Dewey. (1991). How We Think. New York: Prometheus Books (hlm. 202).

Me

Post a Comment

Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.

1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Jika ada Link Download rusak silahkan komentar dibawah ini
3. Jika Anda memiliki masalah silahkan bertanya di papan komentar
4. Silahkan menyertakan link artikel ini yang mau share ke blog Anda .

Credits