Democracy and education
Bab 6. Pendidikan konservatif dan progresif
(Dewey, 2004: 69-80)
Dewey masih berbicara mengenai
kritik-kritiknya terhadap 2 model pendidikan lain dan pada bagian ketiga ia
mengungkapkan modelnya sendiri.
1. Pendidikan sebagai pembentukan
Teori ini
berpendapat bahwa pendidikan adalah pembentukan pikiran (mind) melalui pembentukan berbagai asosiasi dengan cara menggunakan
materi-materi tertentu. Pendidikan berarti membentukkan sesuatu dari luar ke
dalam pikiran anak, sesuatu yang tidak ada sebelumnya dalam diri anak. Teori
ini menolak pendapat mengenai adanya potensi-potensi internal yang sudah ada
sejak lahir yang tinggal dikembangkan. Demikian juga teori ini menolak pendapat
mengenai pendidikan sebagai pemekaran dari dalam maupun pendidikan sebagai
training kemampuan. Model-model pendidikan ini menganggap bahwa dalam diri anak
sudah ada sesuatu yang tinggal dikembangkan saja.
Dewey
menganggap Herbart[1] sebagai
tokoh dari teori ini. Herbart menolak adanya potensi-potensi anak sejak lahir.
Pikiran hanyalah merupakan kemampuan untuk menghasilkan berbagai reaksi atas
berbagai realitas yang dihadapi. Berbagai reaksi ini dia sebut sebagai
presentasi-presentasi (Vorstellungen).
Apa yang disebut sebagai kemampuan – merasa, mengingat, berpikir dst – hanyalah
merupakan pengaturan berbagai interaksi presentasi yang ada di alam bawah sadar
di mana terjadi interaksi antara presentasi-presentasi yang sudah ada dengan
presentasi-presentasi baru. Misalnya, ingatan merupakan pemanggilan presentasi
lama ke ambang kesadaran yang dikaitkan dengan presentasi yang lain. Bagi Herbart
pikiran itu merupakan pengaturan berbagai presentasi dalam kualitas-kualitasnya
yang berbeda dan pikiran adalah „ macam-macam isi“ dari presentasi-presentasi
itu.
Ada 3
konsekuensi pemikiran Herbart ini bagi pendidikan.
a.
Pikiran tertentu dibentuk dengan rangsangan materi
tertentu yang dapat merangsang pembentukan pengaturan presentasi-presentasi
tertentu.
b.
Presentasi-presentasi yang sudah ada sebelumnya itu
sangat penting karena berfungsi sebagai landasan bagi terbentuknya
presentasi-presentasi baru dan presentasi-presentasi baru ini yang akan menata
kembali presentasi-presentasi lama yang sudah terbentuk. Karena itu, tugas
pendidik adalah memilih materi yang tepat untuk menata reaksi-reaksi asli dan
mengatur gradasi presentasi-presentasi atas dasar presentasi-presentasi yang
sudah terbentuk sebelumnya.
c.
Ada 5 langkah formal yang harus diterapkan dalam
pendidikan, yaitu persiapan/apersepsi, presentasi, perbandingan, generalisasi
dan penerapan dengan pemberian tugas.[2]
Dewey
melihat segi positif dari pemikiran Herbart, karena metodenya sangat berguna
untuk mengajarkan pengetahuan yang sudah terstruktur dengan baik. Di samping itu semua bahan
pengajaran sudah bisa dirinci dengan detail dalam perencanaan. Ia lebih
menekankan isi pengetahuan yang harus dipelajari, dan bukan potensi-potensi
anak yang mau dikembangkan.
Dewey mengritik pemikiran Herbart
karena mengesampingkan ciri-ciri aktif anak yang terus berkembang ketika anak
berinteraksi dengan lingkungan. Teori Herbart mengesampingkan pentingnya
interaksi dan perubahan yang kontinyu. Herbart terlalu menekankan tugas guru
untuk memberikan pengetahuan dan tidak berbicara mengenai hak anak untuk
belajar. Ia terlalu menekankan materi-materi masa lampau dan
mencoba menerapkan begitu saja ke situasi yang baru.
2. Pendidikan
sebagai pengulangan (recapitulation)
dan retrospeksi
Paham yang menganut pendidikan
sebagai pengulangan mengatakan bahwa individu memang berkembang secara biologis
dan kultural, tetapi perkembangannya itu sebetulnya merupakan pengulangan
fase-fase evolusi binatang dan manusia pada waktu lampau. Pengulangan
sebelumnya terjadi secara fisiologis dan pengulangan sesudahnya semestinya
terjadi secara kultural melalui pendidikan.
Menurut teori evolusi secara
biologis perkembangan individu dari embrio sederhana ke manusia dewasa
merupakan pengulangan sejarah evolusi binatang dari binatang yang paling
sederhana ke yang paling kompleks (ontogenesis [perkembangan organism
individual dari fase embrionik sampai dewasa] sejajar dengan filogenesis
[perkembangan evolusioner suatu spesies melalui berbagai perubahan bentuk]).
Secara kultural anak-anak pada usia tertentu memiliki sifat-sifat mental dan
moral yang sama dengan manusia primitif. Insting anak-anak itu seperti orang
yang suka pindah-pindah tempat (nomad) dan yang suka berburu seperti nenek
moyang mereka. Maka, materi pendidikan yang cocok untuk anak-anak semestinya
analog dengan kondisi nenek moyang mereka. Untuk fase nomad dan berburu materi
yang cocok adalah mitos, dongeng, cerita rakyat dan lagu-lagu. Untuk fase
penggembala/beternak anak-anak mesti diberikan materi yang sesuai dst sampai
anak-anak siap untuk ambil bagian dalam masyarakat sekarang.
Dewey melihat para pendukung teori
ini adalah para pengikut Herbart. Gagasan utama yang mau dikemukakan adalah bahwa
pendidikan itu secara hakiki bersifat retrospektif
karena perhatian utama pendidikan adalah masa lampau khususnya karya-karya
sastra masa lampau. Pikiran anak dibentuk sesuai dengan warisan spiritual masa
lampau.
Kritik Dewey terhadap teori ini adalah
sebagai berikut.
1.
Basis
biologis teori ini menyesatkan. Memang pertumbuhan embrio anak memiliki
beberapa ciri seperti perkembangan binatang dari bentuknya yang paling
sederhana ke yang lebih kompleks, tetapi Dewey menolak adanya pengulangan
begitu saja. Kalau memang ada hukum pengulangan, perkembangan secara evolutif
dari yang sederhana ke kompleks pasti tidak akan terjadi karena generasi yang
baru melulu hanya mengulang generasi sebelumnya. Perkembangan
mengandaikan adanya perubahan.
2.
Pengertian tentang warisan masa lampau juga menyesatkan,
karena seakan-akan masa lampau begitu menentukan individu sehingga perubahan
yang berarti akan sulit dilakukan. Pendapat ini terlalu menekankan pengaruh
masa lampau dan mengabaikan pengaruh lingkungan yang sesungguhnya sangat
efektif terhadap perkembangan individu. Dewey menunjuk kemampuan berbahasa.
Betul bahwa anak yang lahir tanpa organ bicara dan pendengaran mustahil untuk
dididik supaya dapat berbicara. Sebaliknya memiliki organ bicara dan
pendengaran secara normal tidak menjamin anak untuk dapat berbicara, kalau
sejak lahir ia tinggal di lingkungan di mana orang-orangnya sangat anti sosial
dan tidak pernah berbicara satu dengan yang lain.
3.
Teori ini juga membuat pemisahan antara proses dan produk
perkembangan. Memang pendidikan dapat tetap membuat proses masa lampau hidup di
masa kini, tetapi seorang individu hanya bisa hidup di masa sekarang. Masa
sekarang bukanlah masa yang datang sesudah masa lampau seakan hanya produk masa
lampau. Orang yang mempelajari produk-produk masa lampau tidak dengan
sendirinya dapat mengerti masa sekarang, karena masa sekarang bukan sekedar
produk masa lampau. Terlalu menekankan masa lampau dapat membuat orang hanya
mengagung-agungkan masa lampau dan melarikan diri dari permasalahan masa sekarang.
4. Pendidikan sebagai rekonstruksi
Di sini Dewey merumuskan pandangannya sendiri mengenai
pendidikan yang berbeda dengan teori-teori pendidikan yang disebut sebelumnya.
Sesuai dengan pandangannya mengenai pertumbuhan (growth) baginya pendidikan merupakan suatu reorganisasi atau
rekonstruksi pengalaman secara terus-menerus. Pendidikan memiliki tujuan
langsung, yaitu transformasi langsung atas kualitas pengalaman. Setiap
aktivitas yang mendidik mengarah ke tujuan langsung ini. Dewey menolak pembatasan
pendidikan yang hanya terjadi pada fase usia sekolah formal. Baginya pendidikan
tidak mengenal batas waktu dan usia. Usia anak, usia remaja ataupun usia dewasa
memiliki level pendidikan yang sama dalam arti apa yang sungguh dipelajari pada setiap fase pengalaman memiliki nilai
pada dirinya sendiri. Setiap momen hidup ini terbuka bagi terjadinya
pengayaan arti hidup sejauh orang masih mau belajar dari pengalaman.
Dewey
memberikan definisi pendidikan. Baginya pendidikan adalah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman yang memperkaya arti pengalaman, dan yang menambah kemampuan
untuk mengarahkan rangkaian pengalaman selanjutnya (“it is that
reconstruction or reorganization of experience which adds to the meaning of
experience, and which increases ability to direct the course of subsequent
experience” Dewey, 2004: 76). Dewey memberi 2 catatan di sini.
a. Memperkaya arti pengalaman. Mengerti arti dari suatu pengalaman bagi Dewey
berarti sesudah seseorang melakukan sesuatu ia menangkap adanya relasi baru atau kontinuitas antara sesuatu dengan
sesuatu yang lain yang tidak terpikirkan sebelumnya. Pada awalnya orang
melakukan sesuatu tanpa mengerti relasinya dengan sesuatu yang lain. Tindakan
yang mendidik berarti seseorang dapat mengerti relasi-relasi baru yang sebelumnya
tidak ia pikirkan. Anak menyentuh api dan dengan begitu jarinya tersengat
panas. Sesudah tersengat panas ia menjadi tahu bahwa ada relasi antara gerakan
jarinya dan api yang ia lihat dengan mata atau ia tahu bahwa api merupakan
sumber panas. Sebelum pengalaman itu ia tidak tahu adanya relasi itu. Apa yang
dilakukan para ilmuwan di laboratorium tidak berbeda secara prinsip. Mereka
melakukan sesuatu atas suatu objek dan melihat relasi-relasi baru yang
sebelumnya tidak terpikirkan. Dengan mengerti arti yang baru itu orang dapat
membuat kembali konsekuensi-konsekuensi itu secara
sengaja misalnya untuk digunakan dalam pembakaran, oksidasi, cahaya atau
temperatur. Pendidikan berarti sebuah proses yang memperlihatkan adanya
kontinuitas dari sekedar bertindak dan tidak tahu menjadi tahu adanya
relasi-relasi baru.
b. Menambah kemampuan untuk
mengarahkan rangkaian tindakan selanjutnya. Orang yang mengerti relasi-relasi
baru itu atau dapat menghasilkan kembali konsekuensi-konsekuensinya berarti
orang semakin dapat mengantisipasi apa
yang akan terjadi, sehingga ia dapat menyiapkan diri untuk membuat
konsekuensi-konsekuensi yang berguna dan menghindari konsekuensi-konsekuensi
yang tidak diinginkan. Di sini kemampuan orang untuk mengontrol dan mengubah
masa depan menjadi meningkat. Karena itu, tindakan yang mendidik berbeda dengan
tindakan yang hanya bersifat rutin atau asal-asalan.
-
Dalam
tindakan yang hanya merupakan rutinitas belaka seseorang mungkin dapat
menguasai ketrampilan tertentu, tetapi di situ orang tidak dibawa untuk melihat
persepsi baru yang membuatnya mampu untuk mengerti cakrawala makna yang lebih
luas. Ketrampilannya itu hanya membuatnya bertindak secara otomatis,
mempersempit cakrawala berpikir, dan bisa membuatnya tidak cocok dan tidak
mampu menghadapi situasi-situasi yang berbeda.
-
Dalam
tindakan asal-asalan orang tidak peduli apa yang akan terjadi beserta
konsekuensi-konsekuensinya sehingga tindakannya itu tanpa arah. Dewey
menyamakan tindakan semacam ini dengan tindakan orang yang melakukan sesuatu hanya
atas dasar perintah orang lain tanpa mengerti sendiri maksud dan tujuannya.
Dewey mengritik banyak praktek pendidikan yang tidak membuat anak sadar akan
relasi-relasi antara aktivitas mereka dan tujuan-tujuan yang mau dicapai.
Dalam
konsepsinya tentang pendidikan Dewey membedakan pemikirannya dengan teori-teori
pendidikan yang sebelumnya ia kritik. Menurutnya kekhasan pemikirannya terletak
pada identifikasi antara tujuan (hasil) dan proses. Dalam pengalaman yang
mendidik terdapat proses aktif yang membuat orang mengerti makna baru yang
sebelumnya tidak ia mengerti di mana ia dapat melihat relasi-relasi yang baru.
Dengan itu secara sengaja ia dapat menggunakan relasi-relasi baru itu untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam pengalaman seperti itu terdapat
kontinuitas. Baginya setiap pengalaman yang memiliki kontinuitas seperti itu
bersifat mendidik. Karena itu, pendidikan semestinya mengantarkan anak untuk
dapat memiliki pengalaman seperti itu.
Berkaitan
dengan rekonstruksi pengalaman Dewey menunjukkan bahwa rekonstruksi itu bisa
bersifat sosial dan personal. Secara singkat bisa dibedakan 2 hal, yaitu
pendidikan dalam masyarakat yang statis dan yang progresif. Dalam masyarakat
yang statis tujuan pendidikan tidak lain hanyalah sebatas mereproduksi dan mempertahankan
nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Dalam masyarakat progresif
pendidikan berusaha membentuk pengalaman generasi muda agar kebiasaan-kebiasaan
yang lebih baik terbentuk dan masyarakat di masa yang akan datang menjadi lebih
baik. Dalam masyarakat progresif diupayakan agar kebiasaan-kebiasaan buruk
masyarakat dieliminasi dengan cara mendidik generasi baru agar tidak mengulang
kebiasaan-kebiasaan buruk itu. Di situ Dewey melihat efektivitas pendidikan
sebagai instrumen untuk merealisasikan harapan-harapan baru yang lebih baik
bagi masyarakat yang akan datang.
Ringkasnya,
Dewey membedakan pendidikan yang bersifat retrospektif dengan yang prospektif.
Dalam pendidikan yang bersifat retrospektif orang melihat pendidikan sebagai
proses mengakomodasi masa depan supaya sesuai dengan standar-standar masa
lampau. Sebaliknya, pendidikan yang bersifat prospektif mencoba menggunakan
masa lampau sebagai salah satu sumber untuk mengembangkan masa yang akan
datang.
Post a Comment
Semua umpan balik saya hargai dan saya akan membalas pertanyaan yang menyangkut artikel di Blog ini sesegera mungkin.
1. Komentar SPAM akan dihapus segera setelah saya review
2. Jika ada Link Download rusak silahkan komentar dibawah ini
3. Jika Anda memiliki masalah silahkan bertanya di papan komentar
4. Silahkan menyertakan link artikel ini yang mau share ke blog Anda .